Rabb, Maha Memiliki Rububiyyah
RABB, MAHA MEMILIKI RUBUBIYYAH
Oleh
Ustadz Ahmas Faiz ‘Asifuddin
Salah satu nama Allah yang sangat indah adalah nama Rabb [1]. Artinya, Yang Maha Memiliki sifat Rububiyah.
Banyak hadits yang membuktikan bahwa Rabb adalah salah satu nama Allah [2] Di antaranya hadits ‘Amr bin ‘Abasah bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنْ الْعَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ. رواه الترمذي
“Saat paling dekatnya ar-Rabb terhadap hamba-Nya ialah pada kedalaman malam (bagian) yang terakhir. Maka apabila kamu mampu, hendaknya kamu menjadi orang yang menyebut Allah pada saat itu”. [3]
Berkait dengan hal ini adalah hadits marfu’ (terangkat sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang dibawakan oleh Ibnu ‘Abbas. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ. رواه مسلم
“Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al-Qur`ân pada saat ruku’ atau sujud. Adapun ruku’, maka agungkanlah di dalamnya (nama) ar-Rabb k . Adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena (saat itu) sangat layak doamu dikabulkan”.[4]
Rabb itu sendiri artinya, Maha Mencipta, Maha Memiliki, Maha Mengatur semua urusan dan Maha Murabbi (mentarbiyah, membina, memelihara) segenap makhluk-Nya [5]. Sifat yang dimiliki dari nama Rabb adalah sifat Rububiyah. Artinya Allah bersifat mencipta, memiliki, mengatur serta mentarbiyah dan memelihara segenap makhlukNya.
Ketika menafsirkan kata رب العالمين pada surah al-Fâtihah, Syaikh ‘Abdur-Rahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah (1307 -1376 H) menguraikan penjelasannya sebagai berikut:
“Ar-Rabbu berarti Murabbi (pembina, pemelihara dan pendidik) seluruh alam semesta, dengan cara menciptakan mereka, menyediakan berbagai peralatan bagi mereka dan memberikan berbagai kenikmatan besar buat mereka yang bilamana nikmat ini hilang, maka tidak mungkin mereka dapat bertahan hidup. Karenanya, nikmat apa saja yang mereka peroleh, tidak lain hanyalah berasal dari Allah”.
Sementara itu tarbiyah (pemeliharaan dan pendidikan) Allah terhadap makhluk-Nya ada dua macam, yaitu tarbiyah umum dan tarbiyah khusus.
Tarbiyah umum, ialah pembinaan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh Allah terhadap segenap makhluk-Nya; dengan cara menciptakan, memberikan rizki, dan membimbing mereka (termasuk bimbingan secara naluri, Pen.) menuju segala apa yang maslahat bagi mereka hingga dapat bertahan hidup di dunia.
Sedangkan tarbiyah khusus ialah, tarbiyah yang diberikan secara khusus kepada para wali-Nya. Allah membina, mentarbiyah serta memelihara mereka dengan keimanan. Memberikan taufiq kepada mereka untuk beriman. Menjadikan mereka terus meningkat kesempurnaan dirinya dan menyingkirkan segala penghambat serta penghalang yang dapat menghalangi mereka dari keimanan.
Jadi, pada hakikatnya, tarbiyah khusus dari Allah ialah tarbiyah dalam bentuk taufik menuju segala kebaikan dan dalam bentuk pemeliharaan dari segala kejelekan.[6]
Dengan demikian, sesungguhnya nama ar-Rabb mengandung makna yang sangat besar. Karena berlangsungnya seluruh kehidupan makhluk, perkembangannya dan serba keteraturannya, tidaklah terlepas dari sifat Rububiyah Allah; sifat yang berasal dari nama Rabb. Begitu pula hamba-hamba Allah yang bertakwa, mereka tidak menjadi orang-orang yang bertakwa kecuali karena bimbingan, taufiq serta tarbiyah khusus Allah. Allah Azza wa Jalla telah mentarbiyah, membina serta memelihara mereka secara khusus. Dan ini erat sekali kaitannya dengan nama Allah; ar-Rabb.
Maka, jika seseorang benar-benar menghayati makna Rabb sebagai salah satu nama Allah yang Husna (sangat indah), tentu dia akan dapat lebih sempurna dalam mengagungkan, menghormati, menyintai dan mensyukuri segala nikmat Allah k . Diapun akan malu jika tidak taat kepada Allah atau jika bermaksiat kepada-Nya.
Begitu agungnya nama ar-Rabb, sehingga penyebutan nama Rabb dalam doa, menjadi salah satu faktor penting bagi dikabulkannya doa. Sebagaimana terindikasikan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ :(يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ). ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ . رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik. Dia tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum Mukminin apa yang telah Allah perintahkan kepada para rasul-Nya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (kepada para rasul yang artinya): ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shaalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan’ –Qs al-Mu’minûn/23 ayat 51- dan Allah juga berfirman (kepada kaum Mukminin yang artinya): ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah oleh kalian dari makanan yang baik-baik yang Kami berikan sebagai rizki kepada kalian’ –Qs al-Baqarah/2 ayat 172- kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang seseorang yang lama berada dalam bepergian, rambutnya acak-acakan, kakinya berdebu, selalu menjulurkan kedua tangannya ke langit (memohon kepada Allah, seraya menyeru:),’Ya Rabb, Ya Rabb,’ tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dibesakan dengan makanan yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” [7]
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (736-795 H) menjelaskan bahwa bagian akhir dari hadits di atas memberikan isyarat tentang adab-adab berdoa dan tentang faktor-faktor yang menyebabkan dikabulkannya doa. Beliau menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan dikabulkannya doa dalam hadits ini ada empat.
Selanjutnya beliau menyebutkan satu persatu faktor itu hingga akhirnya beliau menyebutkan faktor terakhir, yaitu: Keempat: Merintih kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengulang-ulang penyebutan Rububiyah Allah (maksudnya, mengulang-ulang seruannya kepada Allah dengan menyebut nama: Rabb. Yaitu seruan: Ya Rabb, Ya Rabb). Ini merupakan salah satu faktor terbesar bagi harapan dikabulkannya doa.
Barangsiapa merenungkan doa-doa yang tersebut di dalam Al-Qur`aan, nisacaya ia akan mendapati bahwa pada umumnya doa-doa tersebut dibuka dengan nama: Rabb. Misalnya doa dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” [al-Baqarah/2:201].
Juga dalam firman-Nya:
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya”. [al-Baqarah/2:286].
Juga dalam frman-Nya:
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” [Ali Imran/3:8].
Dan masih banyak contoh lain dalam Al-Qur`ân.[8]
Jadi, berdoa kepada Allah dengan menyebut nama Rabb merupakan salah satu faktor terbesar bagi dikabulkannya doa. Dengan demikian, nama Rabb memiliki makna yang sangat penting. Setiap muslim wajib dan perlu memahami, menghayati serta menjalankan konsekuensi dari nama yang agung ini.
Berkait dengan Rububiyah Allah yang mengandung arti tarbiyah khusus Allah kepada para wali (hamba kesayangan)-Nya, Syaikh ‘Abdur-Rahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah mengatakan: “Tampaknya dari makna inilah rahasia, mengapa kebanyakan doa para nabi selalu dengan lafal Rabb. Sebab isi permohonan mereka semua masuk dalam Rububiyah Allah yang khusus (artinya, selalu memohon supaya mereka mendapat pemeliharaan khusus dari Allah yang berupa pertolongan dan keselamatan dunia serta akhirat, Pen.). Maka firman Allah : رب العالمين menunjukkan betapa Allah Maha Esa dalam mencipta, mengatur, dan memberi nikmat. Juga menunjukkan betapa Maha Sempurna kekayaan Allah, sekaligus betapa membutuhkannya seluruh alam semesta kepada Allah, dilihat dari segala sisi manapun.”
Dari sekelumit penjelasan makna Rabb di atas, hendaknya kaum muslimin semakin memahami betapa agung Allah Azza wa Jalla, Rabb Pencipta yang merupakan sesembahan satu-satunya yang behak disembah. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia. Tidak ada Pencipta kecuali Dia saja. Tidak ada sekutu bagi-Nya, baik dalam menciptakan maupun dalam hak peribadatan.
Maka, hendaknya manusia hanya beribadah kepada-Nya saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga. Tidak memohon rizki dan tidak mencari solusi kecuali hanya kepada-Nya semata. Sebab Dia-lah Rabb seru sekalian alam.
Marâji`:
1. Al-Qawâ’id al-Mutslâ fî Shifâtillah wa Asmâ’ihi al-Husna, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimiin. Tahqîq wa Takhrîj: Asyraf bin Abdul Maqshûd bin ‘Abdur-Rahîm, Maktabah as-Sunnah, Cet. I 1411 H/1990 M.
2. Îqâzh al-Himam; al-Muntaqâ` min Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam Ibnu Rajab, karya Syaikh Saliim bin ‘Id al-Hilâli, Dâr Ibni al-Jauzi, Cet. VII, Muharam 1425 H.
3. Shahîh Muslim Syarh Nawawi, Tahqîq: Khalîl Ma’mûn Syiha, Dâr al-Ma’rifah, Beirut, Cet. III, 1417 H/1996 M.
4. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Mâ’arif, Riyadh, Cet. I dari penerbitan yang baru, 1420 H/2000 M.
5. Syarh al-‘Aqîdah al-Wâsithiyah, Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Maktabah al-Mâ’arif, Cet. VI, Th. 1413 H/1993 M.
6. Syarh Tsalâtsah al-Ushûl, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin, I’dad: Fahd bin Nâshir bin Ibrâhim as-Sulaimân, Dâr ats-Tsurayya lin-Nasyr, Cet. III, Th. 1417 H/1997 M.
7. Taisîrul-Karîmir-Rahmân fi Tafsîri Kalâmin Mannân, Syaikh ‘Abdur-Rahmân bin Nâshir as-Sa’di.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Lihat al-Qawâ’id al-Mutslâ fi Shifâtillah wa Asmâ’ihi al-Husna, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin, hlm. 19.
[2]. Lihat al-Qawa’id al-Mutsla fi Shifatillah wa Asma’ihi al-Husna, hlm. 21 pada catatan kaki.
[3]. Lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Kitab ad-Da’awat, Bab: Du’a adh-Dhaif, no. 3579, III/45.
[4]. HR Muslim. Lihat Shahîh Muslim Syarh Nawawi, Kitab ash-Shalati, Bab: an-Nahyi ‘an Qira’ati al-Qur`ân fir-Ruku’ was-Sujud, IV/419, no. hadits 1074, Tahqîq: Khalil Ma’mun Syiha.
[5]. Lihat Syarh Tsalâtsah al-Ushûl, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin, hlm. 51. Lihat pula Syarh al-‘Aqîdah al-Wâsithiyah, Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, hlm. 19.
[6]. Lihat Taisîrul-Karîmir-Rahmân fi Tafsîri Kalâmin Mannân, pada penafsiran surat al-Fatihah, ayat hamdalah. Diterjemahkan secara bebas.
[7]. HR Muslim, Kitab az-Zakâh, Bab: Qabûl ash-Shadaqah min al-Kasbi ath-Thayyib wa Tarbiyatuhâ. Lihat Shahîh Muslim Syarh Nawawi, VII/101-102, no. hadits 2343.
[8]. Lihat Îqâzh al-Himam; al-Muntaqâ` min Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam
[9]. Lihat Taisîrul-Karîmir-Rahmân fi Tafsîri Kalâmin Mannân, pada bagian akhir dari tafsir رب العالمين surat al-Fâtihah.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2746-rabb-maha-memiliki-rububiyyah.html